Kronologi
Minggu, 20 Oktober 2019 sekitar pukul 19.30 WIB terjadi angin kencang yang disertai hujan sedang-lebat di Kawasan Merapi (Kecamatan Pakis, Sawangan, Ngablak, dan Kajoran Kabupaten Magelang, sehingga menyebabkan atap rumah berterbangan dan pohon tumbang yang berakibat tertutupnya akses jalan. Angin kencang terjadi lagi pada Senin, 21 Oktober 2019 pukul 10.00 WIB di Kecamatan Selo Boyolali, Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang dan di lereng sebelah barat-barat daya dan tenggara Merapi berdampak debu-debu tebal beterbangan hingga menutupi pandangan mata (Sumber BPBD DIY dan BPBD Magelang)
Penyebab
Angin kencang di Kawasan Merapi yang terjadi di wilayah Kabupaten Magelang, Boyolalgi dan Sleman bersifat sangat lokal, sebab selain mengacu kepada konsentrasi wilayah kerusakan, kecepatan anginnya pun berbeda dengan dataran rendah lainnya dimana di lereng Merapi mencapai 80 km/jam (skala fujita) sedangkan pengukuran di Stasiun Klimatologi Mlati Yogyakarta 16 km/jam.
Kasus kejadian di lereng Merapi dimana angin berhembus cukup kencang secara lokal, lebih kencang di malam hari, ada dugaan peningkatan aktifitas Merapi turut andil memicu kejadian bencana lokal angin kencang ini.
Peningkatan aktifitas Merapi berupa Erupsi awan panas pada tanggal 14 Oktober diikuti guguran lava pada tanggal 15 Oktober 2019 telah menyebabkan peningkatan suhu permukaan di Kawasan Puncak Merapi sehingga tekanan udara di wilayah ini menjadi cukup rendah.
Sebagaimana kita tahu, bahwa dalam skala tertentu, tekanan udara permukaan berbanding terbalik dengan suhu udara permukaan. Suhu yang lebih panas akibat erupsi Merapi dan guguran lava yang terjadi dalam waktu yang cukup lama, akan mampu menurunkan tekanan udara permukaan sehingga udara mengalir ke wilayah dengan suhu lebih panas tersebut.
Kejadian hujan intensitas sedang-lebat disertai angin kencang pada Minggu malam 20 Oktober 2019 dipicu oleh anomaly aliran angin lembah (angin mengalir dari lembah ke arah gunung) yang membawa udara dingin dan lembab sehingga terjadi kondensasi dan terbentuk awan Cumulonimbus (Cb) di lereng pegunungan.
Angin lembah biasanya terjadi siang hari saat bagian dengan dataran yang lebih luas dan lebih rendah telah mendapat pemanasan matahari yang cukup. Di areal pegunungan, dimana secara umum puncak gunung suhu udara permukaan biasanya lebih dingin di bandingkan daerah di lereng maka sirkulasi udara lokal cenderung bergerak turun (angin gunung). Tetapi pada saat kondisi di tempat lebih panas di bagian atas, maka sirkulasi lokal itu dapat berbalik sehingga menyebabkan angin lembah (dari atas ke bawah) menjadi lebih kuat dari biasanya. Pada topografi tertentu, oleh pengaruh bentuk lereng dan permukaan pegunungan, angin lembah itu dapat membentuk pusaran pusaran angin pada area dan skala yang lebih kecil seperti yang terjadi di Kecamatan Selo Boyolali pada Senin 21 Oktober 2019 pagi.
Yogyakarta 21 Oktober 2019
Kepala Stasiun Klimatiogi Mlati Yogyakarta
RENI KRANINGTYAS, S.P., M.Si.
http://www.bmkg.go.id
0 Komentar