Yogyakarta, 24 Mei 2019. Musim kemarau atau musim kering adalah musim di daerah tropis yang dipengaruhi oleh sistem muson. Untuk dapat disebut musim kemarau, curah hujan per bulan harus di bawah 60 mm per bulan (atau 20 mm per dasarian) selama tiga dasarian berturut-turut. Wilayah tropika di Asia Tenggara dan Asia Selatan, Australia bagian timur laut, Afrika, dan sebagian Amerika Selatan mengalami musim ini.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) DIY melalui pers rilis nya telah memprediksi awal musim kemarau 2019 di wilayah D.I.Yogyakarta, yang diperkirakan akan berlangsung pada bulan Mei 2019, kecuali di wilayah Gunungkidul bagian selatan dan Bantul bagian timur, yang diprekdisi akan terjadi pada bulan April Dasarian III (sepuluh hari terakhir di bulan April). Sedangkan wilayah Sleman diprediksi akan mengalami musim kemarau paling lambat pada bulan Mei Dasarian III, yang meliputi wilayah Sleman bagian utara (puncak Gunung Merapi).
Tentu masyarakat perlu memperhatikan beberapa dampak dari musim kemarau ini, karena potensi menurunnya luas tanaman sawah dapat saja terjadi. Tidak hanya itu, menurunnya frekuensi tanam dan kurang tersedianya air untuk pertanian dan waduk juga perlu di waspadai. Namun dibalik itu, musim kemarau pun dapat membawa berkah tersendiri terhadap peningkatan produksi tanaman kopi, tembakau, garam, tanaman buah tropika serta peningkatan redimen tebu.
Selain itu, yang harus di waspadai juga adalah kebakaran hutan dan lahan (karhutla), karhutla adalah keadaan pada lahan dan hutan yang di landa api, sehingga mengakibatkan kerusakan serta dampak yang merugikan. Tentunya potensi kebakaran hutan dan lahan akan semakin menangkat seiring datangnya musim kemarau. Musim kemarau yang identik dengan suasana yang terik dan panas, selain berdampak pada kehidupan, terkadang juga menimbulkan permasalahan di lingkungan sekitar seperti kebakaran, baik karena sampah atau karena faktor alam itu sendiri.
Lalu hal apa yang perlu di lakukan guna menanggulangi terjadinya kebakaran hutan dan lahan? Berikut ini tips dan triknya:
Pra bencana:
1. Memberikan peringatan.
Masih banyak warga yang tinggal di sekitar hutan yang masih belum mempunyai pengetahuan yang memadai tentang hutan dan menyebabkan kerusakan ekosistem yang fatal. Masih banyak warga yang membakar rumput saat musim kemarau yang disertai angin kencang. Sehingga penyebaran api akan mudah dan meluas. Sehingga memang perlu memberikan pemahaman kepada masyarakat di sekitar hutan untuk tidak membakar rumput dan pung-puing.
2. Melakukan aktivitas pembakaran minimal dengan jarak yang telah ditentaukan.
Seperti diketahui, jarak minimal yang harus di perhatikan untuk melakukan pembakaran terhadap sampah atau puing-puing adalah minimal 50 kaki dari bangunan dan 500 kaki dari hutan. Hal tersebut harus diterapkan oleh warga yang ingin membakar rumput di area hutan.
3. Pastikan api sudah mati.
Sebelum meninggalkan tempat pembakaran, sangat disarankan untuk membersihkan area tersebut dari bahan-bahan yang mudah terbakar.
4. Hindari membakar ketika cuaca berangin.
Angin kencang menjadi faktor utama kebakaran hutan semakin meluas. Api akan semakin kencang dan besar, tentunya hal ini sangat berbahaya.
Saat bencana:
1. Apabila tidak memiliki kepentingan, jangan keluar rumah, tinggal lah di dalam rumah dan tutup segala akses udara berasap yang dapat masuk ke dalam rumah dan jaga udara di dalam ruangan sebersih mungkin.
2. Nyalakan Air Conditioner (AC) atau filtrasi udara, jika tidak memiliki AC dan terlalu pengap untuk tinggal di dalam rumah, carilah perlindungan di pusat rumah atau bagian rumah yang tidak terperangkap oleh asap.
3. Cukupi asupan air putih, buah dan makanan bergizi. Serta segera periksa ke dokter bila mengalami gangguan jantung atau paru-paru.
4. Lindungi lubang pernafasan dengan masker atau kain setiap kali berakitivitas di luar ruangan. Gunakan masker N95 untuk perlindungan yang lebih baik.
5. Cucilah tangan dan wajah sesudah beraktivitas di luar ruangan.
6. Apabila api terus menjalar, segera laporkan kepada posko kebakaran atau pihak terkait.
Tentu kita tidak berharap terjadi kebakaran hutan dan lahan di wilayah D.I.Yogyakarta, oleh karena itu mari bangun budaya sadar bencana yang di mulai dari diri sendiri dan keluarga serta lingkungan sekitar.
(Kholiq Rahman/MEDIA CENTER BPBD DIY/Annas Syafa'at)
0 Komentar