Yogyakarta, 20 Juni 2021. Pandemi sudah berjalan satu tahun lebih, yang diikuti dengan kebijakan peniadaan pembelajaran tatap muka atau pembelajaran dilakukan secara daring/online. Kebijakan tersebut dilakukan pemerintah demi mencegah penularan Covid-19, yang mana anak-anak rentan terhadap penularan Covid-19 dan kurangnya konsistensi penerapan protokol kesehatan bagi anak-anak.
Tentunya terdapat dampak dari kebijakan tersebut, baik positif maupun negatif. Dampak positifnya anak-anak terhindar dari penularan virus Covid-19, tetapi terdapat dampak negatif yang dialami mulai dari anak, guru, dan orang tua. Kebosanan pembelajaran jarak jauh melanda anak-anak, kurangnya sosialisasi terhadap teman dan guru, kesulitan belajar, hingga stress / mempengaruhi kesehatan mentalnya. Selain itu menjadikan anak ketergantungan dengan telepon selular, yang mana penggunaan telepon selular dahulu dibatasi hanya untuk anak usia 14 tahun ke atas, tetapi dengan pembelajaran jarak jauh mengharuskan anak-anak lebih sering menggunakan telepon selular.
Dengan melihat dampak yang besar pada sektor Pendidikan, pada Tahun Ajaran baru 2021/2022, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim memutuskan semua sekolah untuk memulai pembelajaran secara tatap muka, sesuai keputusan SKB 4 Menteri. Pembukaan belajar tatap muka di sekolah sejalan dengan program vaksinasi bagi guru, dosen, dan tenaga kependidikan yang ditargetkan bisa selesai di akhir Juni 2021. Setiap sekolah yang membuka belajar tatap muka wajib memenuhi daftar periksa dan menerapkan protokol kesehatan serta berkapasitas sebesar 50%.
Pemerintah merencanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) pada bulan Juli 2021 nanti. Isti Triasih Kepala Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY mengatakan PTM di bulan Juli 2021 harus melihat beberapa faktor salah satunya persetujuan orang tua.
“Ini harus persetujuan orang tua tanpa persetujuan ya tidak bisa,” katanya di 101,3 FM.
Isti mengatakan kementerian menyatakan ada syarat tertentu sekolah dapat membuka pembelajaran tatap muka. Namun bagi sekolah di zona merah diharapkan tidak menggelar PTM terutama usai libur lebaran kasus Covid-19 meningkat di beberapa daerah.
“Sementara kita break dulu pasca lebaran (kasus Covid-19 naik),” katanya.
Isti mengatakan pada uji coba PTM terbatas sebelumnya, pelaksanaannya dijalankan dengan baik mulai dari rumah hingga pulang sekolah. Menurutnya setiap sekolah di DIY sudah menerapkan sistem yang pas sesuai dengan protokol kesehatan di sekolah.
“Sudah didata dari rumah apakah menggunakan kendaraan umum atau diantar, setelah masuk prokes sudah ada. Guru tidak bisa jalan jalan dalam mengajar, kemarin itu 3 jam tidak ada break atau istirahat tapi langsung pulang. Ini tentu komunikasi dengan orang tua terus intens jangan sampai anak terus dolan,” katanya.
Ia mengatakan melalui SE soal tahun ajaran baru per Juli, Pemda DIY dinilai sudah berupaya maksimal. Salah satunya tenaga guru dan pendidikan bisa divaksin.
“Kita sudah melakukan dengan uji percontohan di beberapa sekolah sebenarnya, jumlahnya 24 sekolah setelah lebaran jumlahnya kasus begitu tajam,” katanya.
Isti mengatakan jika pembelajaran kembali jarak jauh maka pihaknya memiliki aplikasi Jogja Belajar yang bisa digunakan para guru dan siswa juga orang tua. Hal ini untuk memperkaya materi pendidikan yang sudah diajarkan oleh para guru.
”Dikpora punya UPT Balai teknologi komunikasi pendidikan yang punya Jogja Belajar. Jogja Belajar bisa dipakai oleh guru maupun siswa. Jogja Belajar kelas maya ada keterlibatan orang tua yang bisa memantau, terlihat di aplikasi itu,” katanya.
0 Komentar