Pandemi belum juga usai, kini masyarakat desa dihadapkan ancaman bencana hidrometeorologi. Hal ini menyusul peringatan dini Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengenai datangnya La Nina pada akhir tahun ini.
Fenomena La Nina di DIY diprediksi akan berdampak pada peningkatan intensitas curah hujan bulanan di atas normal. Peningkatannya pun bisa sampai sekitar 60 persen pada awal musim penghujan bulan Oktober-November ini. Jika La Nina ini masih berlanjut hingga awal tahun 2022, maka kemungkinan besar terjadi penurunan curah hujan sebanyak 20-60 persen. Tapi, pada saat bersamaan bisa saja terjadi peningkatan bencana hidrometeorologi, terlebih pada puncak musim hujan Januari 2022 (Kedaulatan Rakyat, 1/11).
Sayangnya, belum juga tiba saatnya, La Nina sudah menampakkan wajah ganasnya. Sebanyak lima desa di Batu Malang tersapu banjir bandang usai diguyur hujan deras pada Kamis (4/11) lalu. Selain terbukti menimbulkan kerusakan infrastruktur, kerugian ekonomi, dan hilangnya nyawa, La Nina juga bisa membawa kabar buruk bagi sektor pertanian dan perikanan.
Persisnya, La Nina bisa menyebabkan banjir dan bisa merusak tanaman pertanian. Akibatnya, target panen para petani terganggu. Selain itu, La Nina juga bisa menyebabkan menurunnya kualitas air hingga timbulnya berbagai penyakit di kolam ikan. Bahkan, La Nina juga bisa memaksa nelayan untuk tinggal di rumah karena tingginya gelombang di lautan. Alhasil, stok ikan di pasaran pun bakal minim.
Wajah Ganas
Memang, kondisi demikian adalah ujian tersendiri bagi ketangguhan desa. Namun, berkaca pada pengalaman, di mana tahun lalu masyarakat desa di DIY juga pernah mengalami hal serupa. Hemat saya masyarakat desa di DIY cukup siap menghadapi La Nina tahun ini.
Kesiapan itu ditunjukkan oleh sejumlah petani di Kalasan. Yakni selain memilih tanaman yang lebih aman terhadap hujan, petani juga mulai melakukan pembenahan saluran irigasi (IDN Times Jogja, 5/11). Selain itu, sejumlah petani ikan di Sleman juga sudah diarahkan Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (DP3) Kabupaten Sleman untuk panen lebih awal (Kedaulatan Rakyat, 4/11).
Antisipasi dampak La Nina juga dilakukan pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah daerah. Misalnya penetapan status siaga darurat bencana banjir, tanah longsor dan angin kencang. Lalu, aktivasi pos siaga darurat serta simulasi/gladi komunikasi pos siaga darurat bencana banjir, tanah longsor dan angin kencang juga dilakukan. Selain itu, di samping terus melakukan monitoring dan diseminasi peringatan dini cuaca dari BMKG, koordinasi serta konsolidasi sumberdaya manusia dan relawan juga terus digalakkan. Jauh sebelum itu, Pemerintah Kota Yogyakarta pun sudah menata kawasan bantaran Sungai Code dengan konsep M3K (mundur, munggah, madep kali) atau memundurkan, menaikkan dan menghadapkan rumah ke sungai.
Bahkan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY hingga tahun ini, telah membentuk dan memfasilitasi sebanyak 266 Kalurahan/Kelurahan Tangguh Bencana (Kaltana) dari total 301 desa yang berada di kawasan rawan bencana.
Destana
Penanggulangan bencana sejatinya jauh lebih efektif dan efisien manakala dilakukan di tingkat desa. Pasalnya, masyarakat desa merupakan pihak yang pertama kali mengalami/merespon saat bencana terjadi. Adanya Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 7 Tahun 2021 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa bisa jadi acuan pemerintah desa untuk mengintegrasikan pengurangan risiko bencana dalam pembangunan desa.
Secara mandiri pemerintah desa bisa membentuk dan mengembangkan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana (Destana). Yakni sebuah desa/kelurahan yang memiliki kemampuan mengenali ancaman di wilayahnya dan mampu mengorganisir sumber daya masyarakat untuk mengurangi kerentanan dan sekaligus meningkatkan kapasitas demi mengurangi risiko bencana. Kemampuan ini diwujudkan dalam perencanaan pembangunan yang mengandung upaya-upaya pencegahan, kesiapsiagaan, pengurangan risiko bencana dan peningkatan kapasitas untuk pemulihan pascabencana (Perka BNPB No. 1/2012). Sehingga ke depan, masyarakat desa bukan lagi obyek, tapi subyek dalam penanggulangan bencana.
Fadri Mustofa, S.IP
Staff Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD DIY
* Tulisan ini pernah dipublikasikan di Kedaulatan Rakyat edisi 11 November 2021
0 Komentar