Yogyakarta, 16 Oktober 2025 — Cuaca ekstrem kembali melanda wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta pada Rabu (15/10) siang. Hujan deras disertai angin kencang terjadi hampir merata di sebagian besar wilayah DIY sejak pukul 14.00 WIB. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Meteorologi Yogyakarta telah mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem pada pukul 13.15 WIB, yang kemudian diperbarui pukul 14.40 WIB dan 16.30 WIB. Hujan baru mulai mereda sekitar pukul 19.00 WIB, namun selama rentang waktu tersebut, angin kencang dan curah hujan tinggi telah menimbulkan berbagai dampak di empat kabupaten/kota di DIY. Berdasarkan data hingga pukul 24.00 WIB, berikut rangkuman wilayah terdampak: Kabupaten Sleman Sebanyak 21 lokasi di empat Kapanewon, yaitu Mlati, Sleman, Pakem, dan Gamping terdampak hujan deras dan angin kencang. Dampak yang tercatat antara lain 27 pohon tumbang, 1 unit kost/joglo, 3 tempat usaha, 6 titik akses jalan terganggu, 3 jaringan listrik, 2 fasilitas pendidikan, 1 area parkir, 1 jaringan komunikasi, serta 1 unit mobil yang tertimpa pohon. Sebanyak 8 orang warga juga dilaporkan mengalami luka dan dirujuk ke Rumah Sakit Akademik UGM untuk mendapatkan penanganan medis. Kabupaten Gunungkidul Wilayah ini mencatat 50 titik kejadian di tiga Kapanewon: Nglipar, Semin, dan Ngawen. Dampaknya meliputi 10 pohon tumbang, 39 rumah rusak ringan, 3 tempat usaha, 3 jaringan listrik terganggu, 1 akses jalan tertutup, 1 gapura roboh, serta 4 kandang ternak rusak akibat hempasan angin kencang. Kota Yogyakarta Cuaca ekstrem juga dirasakan di wilayah perkotaan. Empat titik kejadian di tiga Kemantren — Umbulharjo, Tegalrejo, dan Danurejan — dilaporkan mengalami 3 pohon tumbang, 1 kanopi roboh, 1 akses jalan terganggu, dan 1 jaringan listrik terdampak. Kabupaten Bantul Di wilayah Bantul, dua titik kejadian tercatat di Kapanewon Kasihan dan Sedayu. Dua pohon tumbang menimpa bagian garasi rumah warga. Tidak ada laporan korban jiwa dari kejadian ini. Langkah Penanganan yang telah dilakukan BPBD DIY bersama tim TRC kabupaten/kota, PSC 119, instansi terkait, relawan, serta warga setempat segera melakukan assesment, pemotongan dan pembersihan pohon tumbang, pengkondisian lokasi, serta koordinasi lintas sektor untuk percepatan penanganan dampak. Imbauan dan Kewaspadaan Melihat potensi cuaca ekstrem yang masih berpeluang terjadi hingga tiga hari ke depan, masyarakat diimbau untuk tetap waspada, terutama bagi warga yang tinggal di sekitar pohon besar, dekat aliran listrik, maupun di wilayah rawan genangan. BPBD DIY juga mengingatkan masyarakat untuk selalu memperbarui informasi cuaca melalui situs resmi dan media sosial BMKG Stasiun Meteorologi Yogyakarta, agar langkah antisipasi dapat dilakukan lebih dini. Pemantauan citra radar cuaca dan pergerakan awan sangat membantu dalam mengantisipasi potensi kejadian serupa. Sumber Informasi: BMKG, PSC 119, TRC BPBD DIY, TRC dan Pusdalops BPBD Kabupaten/Kota se-DIY, instansi terkait, relawan, dan warga masyarakat. #BPBDDIY #CuacaEkstrem #KesiapsiagaanBencana #KejadianHidrometeorologi ...
Yogyakarta, 2 Oktober 2025 – Memasuki awal musim penghujan, wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta kembali dihadapkan pada sejumlah kejadian bencana hidrometeorologi dan geologi. Dalam beberapa hari terakhir, cuaca ekstrem seperti hujan lebat disertai angin kencang hingga hujan abu vulkanik dari Gunung Merapi menyebabkan berbagai dampak di beberapa kabupaten/kota. Pada Senin, 29 September 2025, hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang turun sejak pukul 11.00 hingga sore hari memicu sejumlah kerusakan di beberapa wilayah. Di Kota Yogyakarta, satu rumah di Kemantren Tegalrejo mengalami kerusakan pada bagian ruang keluarga. Sementara itu di Kabupaten Sleman, enam rumah warga di Kapanewon Turi mengalami kerusakan pada atap akibat terpaan angin kencang. Di Kabupaten Gunungkidul, sembilan titik di Kapanewon Ngawen terdampak, dengan delapan rumah dan satu gardu mengalami kerusakan pada bagian atap. Sehari berselang, Selasa 30 September 2025, cuaca ekstrem kembali melanda beberapa wilayah di DIY. Di Kabupaten Gunungkidul, kebakaran rumah terjadi di Padukuhan Putat Wetan, Kapanewon Patuk, mengakibatkan satu rumah rusak berat. Sementara di Kabupaten Bantul, hujan deras disertai angin kencang menyebabkan pohon tumbang di lima titik yang tersebar di tiga kapanewon: Bambanglipuro, Banguntapan, dan Kretek. Dampak yang ditimbulkan antara lain satu rumah rusak, dua akses jalan terhambat, satu kandang rusak, satu mobil mengalami kerusakan ringan, serta gangguan jaringan listrik di dua lokasi. Di Kota Yogyakarta, tepatnya di Jl. Brigjen Katamso, Kemantren Gondomanan, sebuah pohon tumbang menimpa jaringan penerangan jalan umum (PJU) dan kabel listrik, serta sempat mengganggu lalu lintas sekitar pukul 14.00 WIB. Pagi hari Kamis, 2 Oktober 2025, terjadi awan panas guguran Gunung Merapi sekitar pukul 05.29 WIB. Peristiwa ini disertai hujan abu tipis yang terpantau di beberapa wilayah seperti Kaliurang Timur, Kaliurang Barat, Hargobinangun, dan Turgo di Kecamatan Pakem, serta di beberapa titik di Kecamatan Turi dan Cangkringan. Menjelang sore hari, cuaca ekstrem kembali melanda Kabupaten Gunungkidul. Hujan lebat disertai angin kencang sekitar pukul 17.30 WIB menyebabkan 31 titik terdampak di dua kapanewon, yakni Semin dan Ngawen. Akibatnya, 21 rumah warga mengalami kerusakan ringan, dua kandang rusak, enam pohon tumbang, dua akses jalan terganggu, satu fasilitas pemerintahan terdampak, serta lima titik jaringan listrik mengalami gangguan. BPBD DIY mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem selama peralihan musim ini. Beberapa langkah sederhana dapat dilakukan untuk mengurangi risiko bencana: Pangkas cabang pohon yang rapuh di sekitar rumah, jalan, atau fasilitas umum. Hindari berteduh di bawah pohon saat hujan angin karena rawan tumbang atau tersambar petir. Segera matikan aliran listrik bila ada pohon tumbang mengenai kabel, lalu laporkan ke PLN. Amankan barang-barang ringan di luar rumah seperti atap seng, pot bunga, atau spanduk agar tidak beterbangan. Gunakan helm dan berhati-hati saat berkendara di jalan yang banyak pepohonan. Simpan nomor darurat seperti BPBD, PLN, dan Damkar untuk pelaporan cepat. Sebagai bentuk kesiapsiagaan menghadapi musim penghujan, masyarakat juga diimbau rutin membersihkan saluran air, memangkas dahan pohon besar, memperkuat tiang reklame atau baliho, serta memastikan kondisi bangunan rumah tetap kokoh. Langkah-langkah kecil ini dapat membantu mengurangi risiko sekaligus melindungi keluarga dan lingkungan dari dampak bencana yang mungkin terjadi. ...
Mojokerto, 1 Oktober 2025 – Ancaman perubahan iklim dan meningkatnya risiko bencana menjadi perhatian serius berbagai pihak. Untuk menjawab tantangan tersebut, sejumlah pemangku kepentingan dari tingkat pusat hingga daerah berkumpul dalam kegiatan talkshow bertajuk “Membangun Ketangguhan Masyarakat Terhadap Perubahan Iklim dan Bencana.” Kegiatan ini menjadi ruang penting untuk memperkuat kolaborasi serta mendorong integrasi antara Indeks Desa (IDE) dan Penilaian Ketangguhan Desa (PKD) sebagai dasar perencanaan pembangunan yang lebih tangguh dan adaptif di tingkat desa. Dalam diskusi yang dihadiri oleh perwakilan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Desa PDTT (Kemendes PDTT), BMKG, Bappenas, dan BPBD Provinsi Jawa Tengah, terungkap satu pesan penting: bekerja sama dan menggunakan data yang terpadu adalah cara untuk membuat desa tangguh dan mandiri. Risiko Tinggi, Tanggung Jawab Bersama Hadi Sutrisno dari BNPB mengingatkan, Indonesia menempati peringkat kedua di dunia sebagai negara dengan risiko bencana tertinggi (WRI, 2022). Dari lebih dari 81 ribu desa dan kelurahan, sekitar 53 ribu di antaranya berada di wilayah rawan bencana dengan tingkat risiko sedang hingga tinggi. “Pembangunan nasional tidak akan berkelanjutan tanpa ketangguhan di tingkat desa,” tegasnya. Data tersebut menjadi pengingat bahwa upaya pengurangan risiko bencana harus dimulai dari akar pemerintahan terdekat dengan masyarakat. Kolaborasi Lintas Sektor untuk Desa Tangguh Berbagai lembaga berperan aktif dalam membangun sinergi ketangguhan. Dari BNPB dan Kemendes PDTT, kolaborasi yang disampaikan oleh Virza Ghazalba dan Lilis Yuliana menunjukkan hasil konkret: penggabungan Penilaian Ketangguhan Desa (PKD) ke dalam Indeks Desa (IDE). Integrasi ini telah mencakup lebih dari 75 ribu desa dan melahirkan dashboard “Katalog Ketangguhan” sebagai sumber data terpadu untuk perencanaan pembangunan. Efisiensi anggaran yang dihasilkan bahkan mencapai sekitar Rp1 triliun. Dari sisi iklim, Marzuki, Direktur Layanan Iklim Terapan BMKG, menjelaskan bahwa tahun 2024 tercatat sebagai tahun terpanas, disertai tren kenaikan muka air laut sekitar 4,3 mm per tahun. BMKG terus memperkuat literasi iklim melalui program Sekolah Lapang Iklim (SLI) yang membantu masyarakat memahami pola cuaca ekstrem dan beradaptasi secara bijak. Sementara itu, Bergas Catur Sasi Penanggungan, Kepala Pelaksana Harian BPBD Provinsi Jawa Tengah, menekankan pentingnya memperkuat kelembagaan di tingkat desa. Program Desa Tangguh Bencana (Destana) di Jawa Tengah digalakkan dengan dukungan berbagai pihak, termasuk perguruan tinggi, sektor swasta, dan relawan mahasiswa melalui KKN Tematik. Dari Bappenas, Dinar Dana Kharisma menambahkan bahwa data ketangguhan harus benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat. “PKD tidak boleh berhenti pada angka, tetapi harus menjadi alat agar desa yang belum tangguh bisa bertransformasi menjadi tangguh,” ujarnya. Langkah Ke Depan: Data, Kolaborasi, dan Kesadaran Hasil diskusi menyimpulkan bahwa membangun ketangguhan adalah proses jangka panjang. Ada tiga hal utama yang perlu terus didorong: Meningkatkan kesadaran publik terhadap ancaman perubahan iklim; Mengoptimalkan pemanfaatan data IDE dan PKD untuk kebijakan pembangunan desa; Memperkuat kolaborasi multisektor, termasuk dunia usaha, akademisi, dan masyarakat. Menutup kegiatan, Virza Ghazalba menegaskan pesan penting: “Ketangguhan bukan hasil instan, tetapi proses berkelanjutan yang harus kita rawat bersama – bukan hanya untuk hari ini, tapi juga untuk anak cucu kita di masa depan.” Dengan semangat kolaborasi dan pemanfaatan data terpadu, diharapkan desa-desa di Indonesia dapat tumbuh menjadi komunitas yang lebih kuat, adaptif, dan tangguh menghadapi perubahan iklim maupun bencana alam. ...