Yogyakarta, 26 Juli 2022. Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk wilayah rawan bencana di Indonesia. Secara geografis terdiri dari Kabupaten Bantul yang mempunyai laut yang berpotensi terjadinya tsunami dan di Kabupaten Sleman terdapat Gunung Merapi yang berpotensi terjadinya bencana letusan gunungapi, Kabupaten Gunungkidul yang merupakan daerah perbukitan kars yang hampir setiap tahun dilanda kekeringan, dan Kabupaten Kulon Progo merupakan daerah perbukitan dan lembah yang rawan terjadinya tanah longsor, serta wilayah Kota Yogyakarta yang padat permukiman, rawan terjadinya bencana kebakaran.
Sesuai UU No.24 tahun 2007 tentang Penaggulangan Bencana memberikan mandat kepada Pemerintah melalui BNPB untuk menghimpun dan menganalisasi informasi mengenai kejadian dan dampak dari bencana-bencana alam maupun non alam di Indonesia. Basis data bencana sangat membantu dalam pembuatan aturan-aturan kebijakan dan keputusan, maupun penganggaran serta upaya upaya yang didasarkan pada tren dan pola yang disediakan oleh analisis data bencana.
DIBI (Data Informasi Bencana Indonesia) merupakan kumpulan data kebencanaan yang terjadi di Indonesia, termasuk Daerah Istimewa Yogyakarta. Setiap tahunnya BPBD DIY bersama BPBD Kabupaten/Kota menyusun data kebencanaan yang terjadi selama setahun di DIY, hal ini dengan tujuan agar dapat menjadi pedoman dalam setiap penanganan atau perencanaan. Seperti yang disampaikan Kepala Pelaksana BPBD DIY, Drs. Biwara Yuswantana, M, Si bahwa dalam kajian atau analisis DIBI ini ada berbagai aspek yang harus dianalisa baik terkait Covid, dampak, dan rekomendasi sehingga saat melakukan kesiapsiagaan dan penanggulangan lebih efisien, sebagai dasar saat akan memberikan dukungan ke kabupaten/kota.
Suharyanto Budi Setiyawan, S.T selaku manajer Pusdalops PB DIY menambahkan bahwa fungsi DIBI sebagai literatur penanganan bencana.
Penting untuk mengumpulkan BPBD Kabupaten/Kota dalam penyusunan DIBI karena untuk menyamakan persepsi, mengumpulkan data dan menyamakan data kebencanaan yang dicatat BPBD kabupaten/Kota dan yang di Provinsi. Agar terjadi kesamaan data sehingga bisa dijadikan acuan dalam pengambilan data. Pertemuan pertama tanggal 07 Juli untuk menyamakan persepsi pemahaman antara bencana dan non bencana dari BPBD Kabupaten/Kota, pada FGD kedua ini dihasilkan bahwa suatu kejadian bisa dikategorikan menjadi bencana jika sudah ada SK Siaga Darurat atau penetapan Status Tanggap Darurat yang dikeluarkan baik oleh Kelurahan, Kapanewon maupun Kabupaten.
Diharapkan dengan penyusunan DIBI ini dapat menjadi acuan salah satunya bagi para investor untuk mengetahui potensi bencana di DIY serta untuk memahami karakteristik dan adanya rekomendasi untuk daerah zona merah di Kawasan rawan bencana. Selain itu DIBI bisa memperkuat kajian KRB di kabupaten. (Ekf)
0 Komentar