Saat ini dampak cuaca ekstrem telah menjadi pemberitaan hangat di beberapa wilayah, khususnya wilayah DIY seperti Gunungkidul, Kulon Progo dan Bantul. Dimana cuaca ekstrem yang terjadi akhir-akhir ini telah menimbulkan kerusakan dan kerugian serta timbulnya korban jiwa. Himbauan kesiapsiagaan kepada semua elemen telah disampaikan dalam beberapa pertemuan koordinasi BPBD-DIY bersama BPBD Kabupaten / Kota serta elemen masyarakat (relawan kebencanaan). Besarnya potensi cuaca ekstrem hujan lebat disertai angin kencang di wilayah DIY menuntut kesiapan disemua sektor. Kesiapan personil dalam penanganan bencana, kesiapan peralatan dan perlengkapan penunjang penanganan kejadian bencana dan kesiapan dukungan bantuan logistik untuk masyarakat terdampak bencana menjadi kunci dalam keberhasilan penanganan bencana.
Dalam hal logistik kebencanaan saat ini BPBD merupakan salah satu OPD teknis yang memiliki kewajiban untuk dapat merencanakan dan menyediakan kebutuhan logistik tersebut. Dalam pelaksanaannya saat ini masih ditemui beberapa kendala dan permasalahan terkait logistik kebencanaan. Pujawan etal (2009) menemukan kelemahan dalam pelaksanaan logistik bencana seperti kurangnya profesionalisme dan sulitnya koordinasi antar pelaku. Berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan analisis Patriatama dan Bintoro (2013), permasalahan tersebut terjadi saat penanganan bencana letusan Gunung Merapi 2010.
Dalam prakteknya dilapangan sering ditemui permasalahan terkait logistik baik masalah pendistribusian, maupun penyaluran logistik yang kurang sesuai dengan kebutuhan penerima manfaat. Permasalahan yang timbul pada dasarnya bukanlah sesuatu yang disengaja, namun permasalahan distribusi logistik dan penyediaan logistik sendiri timbul akibat belum optimalnya penerapan sistem manajemen logistik, khususnya manajemen logistik kebencanaan.
Secara jelas telah dirumuskan aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam logistik bencana yang tertuang dalam Peraturan Kepala BNPB Nomor 13 tahun 2008, mulai dari perencanaan / Inventarisasi Kebutuhan, Pengadaan / penerimaan, penggudangan / penyimpanan, pendistribusian, pengangkutan, penerimaan di tujuan, penghapusan dan pertanggungjawaban sehingga membentuk suatu sistem terpadu. Harapannya dengan adanya pedoman pedoman terkait logistik bencana ini seharusnya dapat meminimalkan resiko terjadinya permasalahan logistik kebencanaan ini.
Manajemen logistik yang mungkin dapat menjadi salah satu rujukan adalah Disaster Relief Operation / DRO yakni pendekatan yang sistematis dan terpadu, terutama dalam pengelolaan material atau kebutuhan dasar dan informasi untuk menanggulangi semua kejadian bencana secara cepat, tepat, dan akurat untuk menekan korban dan kerugian yang ditimbulkan. Model pendekatan ini dinilai mempunyai kemiripan dengan supply chain management (SCM) sehingga dimungkinkan akan dapat mengatasi permasalahan logistik kebencanaan.
Namun demikian penerapan menajemen dalam sebuah program kegiatan untuk pemenuhan kebutuhan logistik tidak akan berjalan optimal tanpa dukungan kebijakan penganggaran. Keterbatasan kemampuan anggaran pemerintah akibat pandemi Covid-19 saat ini sangat berpengaruh. Beberapa opsi dalam upaya mengurangi dampak keterbatasan tersebut sebenarnya dapat dilakukan dengan penguatan sistem pentahelix kebencanaan, dimana pemerintah, masyarakat, dunia usaha, akademisi, dan media berkomitmen bersama untuk mengambil peran dalam penanganan kebencanaan.
Oleh: Nur Dwi Jayanto (Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta)
0 Komentar