Tepat 18 tahun lalu, gempa berkekuatan 5,9 skala Richter mengguncang DIY dan sebagian wilayah di Jawa Tengah pada pukul 05.53 WIB. Getaran kuat selama 57 detik itu mengakibatkan kerusakan ribuan bangunan dan merenggut nyawa ribuan orang. Tercatat sekitar 6.652 orang meninggal dunia akibat tertimpa bangunan yang roboh, di antaranya 5.338 korban jiwa berasal dari DIY dan sisanya sebanyak 1.314 korban jiwa berasal dari Jawa Tengah.
Peristiwa itu tentu meninggalkan luka mendalam dan menjadi pengingat akan pentingnya kesiapan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Terlebih DIY terletak di kawasan rawan gempa, dengan sejumlah sesar yang berpotensi memicu gempa bumi di kemudian hari. Yakni sesar Opak, Progo, Oya, Dengkeng dan Mataram. Bahkan, di sisi Selatan DIY tersimpan potensi megathrust yang diperkirakan mampu memicu gempa berkekuatan mencapai magnitudo 8,7. Dokumen Kajian Risiko Bencana 2022-2026 mencatat DIY sebagai wilayah dengan risiko tinggi terhadap bencana gempa bumi.
Lalu, seberapa siapkah kita menghadapi gempa bumi di masa mendatang? Pertanyaan itu agaknya perlu kita renungkan bersama pada peringatan 18 tahun Gempa Yogya kali ini.
Peningkatan Kapasitas
Hingga kini gempa bumi belum dapat diprediksi secara pasti kapan akan terjadi. Meski teknologi berkembang pesat, kemampuan kita untuk memprediksi gempa secara akurat masih terbatas. Maka penting bagi kita untuk selalu siap dan waspada terhadap potensi gempa yang bisa terjadi kapan saja.
Dari perspektif manajemen bencana, tingkat risiko bencana sebenarnya dapat ditekan dengan menurunkan tingkat kerentanan dan meningkatkan kapasitas masyarakat. Pemda DIY melalui BPBD DIY sudah aktif mengimplementasikan strategi ini. Misalnya dengan pembentukan Kalurahan/Kelurahan Tangguh Bencana (Kaltana). Kaltana adalah implementasi konkret dari strategi pengurangan risiko bencana berbasis masyarakat. Harapannya, setiap Kalurahan/Kelurahan memiliki kemandirian dalam menghadapi bencana dan memulihkan diri dari dampaknya. Hingga saat ini sudah terbentuk 340 Kaltana dari total 438 kalurahan/kelurahan di DIY.
Pemda DIY juga membentuk Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB). Hal ini bertujuan agar warga sekolah dapat belajar dan mandiri dalam mengantisipasi ancaman bencana. SPAB juga diharapkan menjadi sarana efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mitigasi bencana sejak dini. Selain itu, Pemda DIY juga sudah menerbitkan Pergub DIY Nomor 140 Tahun 2021 tentang Rencana Kontinjensi Tingkat Provinsi untuk Ancaman Gempa Bumi. Perda DIY Nomor 10 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DIY Tahun 2023 – 2043 Pasal 102 juga sudah mengatur pemanfaatan ruang yang berada di kawasan rawan gempa. Hal ini menunjukkan komitmen Pemda DIY dalam mengantisipasi risiko bencana gempa bumi secara menyeluruh dan terencana.
Penegakan Peraturan
Komitmen antisipasi risiko bencana gempa bumi harus tercermin dalam penegakan peraturan tata ruang yang ketat. Setiap pembangunan dan perubahan tata ruang di kawasan rawan gempa harus dipastikan memenuhi ketentuan standar bangunan aman gempa. Selain itu, audit kekuatan bangunan secara berkala juga penting dilakukan. Bangunan vital seperti sekolah, rumah sakit, hotel dan pusat pertemuan publik harus dipastikan sudah memenuhi standar bangunan aman gempa.
Terakhir, kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha, dan media massa memainkan peran krusial dalam menghadapi ancaman bencana gempa bumi di DIY. Melalui kerjasama ini, berbagai sumber daya dan keahlian dapat digabungkan sehingga langkah-langkah pencegahan, mitigasi, dan respons dapat berjalan efektif. Dengan kesadaran akan pentingnya kesiapan dan kesiapsiagaan bencana, kita dapat menciptakan DIY sebagai daerah yang tangguh dan aman bagi penduduknya, serta memberikan contoh bagi daerah lain dalam menghadapi tantangan serupa.
Fadri Mustofa, S.IP
Analis Bencana BPBD DIY
*) Artikel sudah pernah dipublikasikan di Kedaulatan Rakyat, 27 Mei 2006, hal 11.
0 Komentar