MAYA siswi baru di salah satu SMP di Yogyakarta, tampak semangat mengikuti hari pertama Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Ia senang bisa mengenal teman-teman, guru-guru, dan lingkungan sekolah yang baru. Namun, beberapa jam kemudian, gempa bumi terjadi. Ia panik dan bingung, tak tahu harus berbuat apa. Maya tak tahu jalur evakuasi dan titik kumpul. Maya juga tak tahu cara menyelamatkan diri dalam situasi darurat seperti ini. Guru dan teman-temannya juga terlihat panik. Beruntung, gempa tak terlalu kuat. Maya, teman-temannya dan guru di sekolahnya pun selamat dari kejadian itu.
Meski hanya ilustrasi. Situasi seperti itu bisa saja terjadi, dan nama ”Maya” bisa saja berubah nama anak, keponakan, atau siswa kita sendiri. Lalu, apa yang dapat kita lakukan untuk memastikan bahwa anak-anak siap menghadapi situasi darurat yang tak terduga seperti ini?
Momentum Strategis
Berdasarkan Kalender Pendidikan Yogyakarta Tahun Ajaran 2024/2025, kegiatan MPLS akan dimulai pada tanggal 15 Juli 2024. MPLS semestinya menjadi momentum strategis yang tak boleh dilewatkan untuk melakukan edukasi kebencanaan. Saat ini, siswa baru belum sepenuhnya mengenal lingkungan sekolah dan wilayah sekitarnya, sehingga mereka rentan terhadap berbagai risiko bencana. MPLS bisa menjadi sarana yang efektif untuk memperkenalkan konsep-konsep kebencanaan seperti jalur evakuasi, titik kumpul, dan prosedur darurat kepada siswa. Dengan demikian, sekolah tidak hanya membantu siswa memahami potensi ancaman di sekitar mereka, tetapi juga memberikan mereka keterampilan praktis yang dapat digunakan dalam situasi darurat sebenarnya.
DIY merupakan kawasan rawan bencana dengan 14 jenis ancaman bencana yang berbeda. Mulai dari gempa bumi hingga letusan gunung berapi. Dalam konteks ini, sangat penting menyiapkan generasi muda agar memiliki pengetahuan tentang bagaimana menghadapi tekanan dan merespons dengan tepat saat bencana terjadi. Gempa bermagnitudo 5,6 di Cianjur, Jawa Barat dua tahun lalu menjadi pengingat akan bahaya gempa bumi saat jam sekolah, di mana hampir setengah dari korban jiwa yang berusia di bawah 16 tahun meninggal dunia karena tertimpa bangunan sekolah. Hal ini menegaskan urgensi dari implementasi edukasi kebencanaan yang holistik dan efektif di seluruh sekolah.
Upaya Berkelanjutan
Berkaitan dengan hal itu, Pemda DIY melalui BPBD DIY dan Disdikpora DIY sudah menyelenggarakan edukasi kebencanaan pada masa MPLS. Pada MPLS Tahun Ajaran 2024/2025 ini, BPBD DIY akan melakukan edukasi kebencanaan di beberapa sekolah, seperti MTs Gamping, SMA N 3 Yogyakarta, SMK N 6 Yogyakarta, dan SMA N 1 Mlati. Selain itu, program Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) juga sudah dijalankan sejak beberapa tahun lalu. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan sekolah dalam menghadapi bencana, melalui pelatihan, simulasi, dan perencanaan mitigasi bencana.
Melalui SPAB, sekolah tak hanya fokus pada aspek reaktif dalam penanggulangan bencana. Tapi juga mendorong budaya keselamatan yang terintegrasi dalam kegiatan seharihari. Hal ini penting mengingat kompleksitas ancaman bencana yang dapat mengancam keamanan dan kelangsungan pendidikan siswa. Namun, upaya ini perlu diperkuat dan diperluas ke semua satuan pendidikan di DIY secara mandiri dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, setiap satuan pendidikan perlu mengambil peran aktif dalam mengembangkan program SPAB yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing sekolah. Pemahaman akan prosedur evakuasi, titik kumpul, dan keterampilan pertolongan pertama harus diperkuat secara rutin melalui pelatihan dan simulasi. Dengan demikian, DIY dapat memastikan bahwa seluruh komunitas pendidikan terlindungi dan siap menghadapi tantangan dari ancaman bencana dengan tangkas, tanggap dan tangguh.
*)Fadri Mustofa SIP, Analis Bencana BPBD DIY dan Julianto Wibowo, ST, Analis Mitigasi Bencana BPBD DIY.
*) Artikel ini pernah dipublikasikan di Kedaulatan Rakyat edisi Senin Pon, 15 Juli 2024, hal 11.
0 Komentar